WAWONII – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan terkait uji materil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dalam amar putusan, Mahkamah menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, tetapi dalam pertimbangan Majelis Hakim Konstitusi tidak melarang kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil.
Hal ini sebagaimana dikutip dalam pertimbangan majelis Hakim Konstitusi sebagai berikut:
1.Halaman 704 (3.20.1 paragraf kedua, baris ke sebelas)
Dalam norma pasal 35 huruf K UU 27/2007 tersebut merupakan suatu bentuk kondisi yang harus dipenuhi untuk menjadikan kegiatan pertambangan mineral menjadi kegiatan yang dilarang. Artinya, jika kondisi dimaksud tidak dipenuhi, maka kegiatan pertambangan mineral bukanlah kegiatan pertambangan mineral yang dilarang.
2.Halaman 714 (paragraf kedua, baris keempat) dan 715 (paragraf pertama)
Ide dasar norma pasal 35 UU a quo adalah berupa norma larangan, namun larangan tersebut jika dicermati mengandung syarat yang telah ditetapkan ( quod si contingat) atau bukan merupakan larangan yang bersifat mutlak, sebab norma pasal a quo masih memberikan kesempatan kepada masyarakat yang hendak memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kepentingan ekonomi misalnya dalam pasal 35 huruf K UU a quo adanya larangan melakukan penambangan di wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya adalah dilarang jika kegiatan yang dimaksud menimbulkan kondisi-kondisi sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan pasal 35 huruf K UU a quo tersebut.
Ini berarti pula bahwa , apabila dimaknai secara a contrario, apabila tidak merusak lingkungan, tidak mencemari lingkungan dan tidak merugikan masyarakat sekitarnya, maka kegiatan penambangan mineral tersebut diperbolehkan.
3.Halaman 715 (paragraph pertama baris ke sepuluh)
Mahkamah Konstitusi dalam putusan a quo menegaskan dalam amarnya bahwa permohonan Pemohon ditolak. Sehingga, norma a quo tetap konstitusional. Artinya, kegiatan pertambangan mineral di wilayah pesisir dibolehkan sepanjang tidak melanggar rambu-rambu yang diatur dalam pasal a quo.
Terlebih lagi, bagi kalangan investor atau dunia usaha yang telah mendapat izin usaha pertambangan seharusnya mendapat perlindungan hukum dalam rangka menegakkan prinsip kepastian hukum yang adil.
“Dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim Konstitusi di atas terdapat beberapa klausul yang menegaskan bahwa kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil tidak dilarang dan bahkan diperbolehkan sepanjang tidak terepenuhi unsur-unsur pelanggaran tersebut di atas,” demikian disampaikan Marlion, S.H, Koordinator Humas PT Gema Kreasi Perdana.
Lebih lanjut, dia mengatakan agar semua pihak menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi ini dan tidak membuat persepsi sendiri-sendiri yang seolah dengan ditolaknya permohonan pemohon kegiatan pertambangan harus dihentikan.
Padahal, harusnya semua pihak bisa membaca substansi dan isi dari keputusan MK tersebut secara komprehensif dimana dalam pertimbangan Majelis Hakim ditegaskan bahwa kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil masih bisa terus dilakukan, selama memenuhi kaidah lingkungan, mematuhi ketentuan pertambangan yang berlaku dan memenuhi semua kewajiban yang diberikan oleh negara.
“Alhamdulillah, kami bersyukur atas keputusan bijak yang dikeluarkan MK ini,” tandas Marlion lagi.