Penerapan Pendapatan Negara Bukan Pajak bagi pihak swasta yang menggunakan nomor NIK mulai tahun depan.
Direktur Pendaftaran Penduduk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), David Yama menyampaikan rencana ini sudah dimasukkan kedalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) PNBP yang saat ini sudah berproses.
“Saat ini sudah di Sekretariat Negara, kalau tidak ada halangan akan ditandatangani di akhir tahun ini, dan bisa diimplementasikan di awal tahun depan,” jelas Yama, Jum’at (21/10).
Sebelumnya, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan pertimbangan pemerintah menerapkan tarif untuk Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Menurutnya, penerapan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia sudah berjalan lama.
Misalnya, Pendapatan Negara Bukan Pajak yang dikenakan pemerintah untuk pembuatan SIM, perpanjangan STNK, Pelat Kendaraan Bermotor, Pembuatan Passpor, sertifikat tanah, meminta data di BPS, Pengurusan PT, Penempatan Notaris, Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, dan banyak lagi lainnya.
Zudan mengatakan khusus Dukcapil pertimbangan dasar penerapan tarif NIK atau jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan adalah, untuk menjaga sistem Dukcapil tetap hidup.
“Selain itu juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data. Sebab, beban pelayanan makin bertambah. Jumlah penduduk dan jumlah lembaga pengguna yang dulu hanya 30 sekarang 5.010 lembaga yang sudah kerja sama, namun anggaran APBN terus turun,” kata Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangannya, Senin (25/10)
Dirjen Zudan menekankan, sektor usaha yang akan dibebankan tarif NIK adalah lembaga sektor swasta yang bersifat profit oriented. Contoh lembaga perbankan, asuransi, pasar modal, sekuritas.
Untuk kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan, RSUD semuanya tetap gratis.